Tempe: Nilai Gizi dan Khasiat Medis
Rujukan pertama mengenai tempe ditemukan tahun 1875. Bahkan dalam manuskrip serat Centini telah diketemukan kata tempe, yang menunjukkan bahwa makanan tradisional ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khusunya di Yogyakarta dan Surakarta. Selanjutnya teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang berimigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.
Pada
beberapa tahun sebelum era Orde Baru, citra terhadap tempe menjadi inferior
dibandingkan makanan lainnya akibat ungkapan-ungkapan ironis atau sindiran
seperti “Jangan menjadi bangsa tempe” yang melahirkan kesan bahwa masyarakat
pemakan tempe adalah masyarakat rendahan, lemah semangat juangnya, dan tidak
modern. Kini citra terhadap tempe secara bertahap semakin membaik, terutama
sejak ditemukannya beberapa keuntungan, baik ditinjau dari segi gizi maupun
khasiat medisnya.
Saat
ini tempe telah merambah ke lima benua. Melalui negeri Belanda, tempe telah
popular di Eropa sejak tahum 1946. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan
tempe di Eropa, 53 perusahaan di Amerika, dan 8 perusahaan di Jepang. Di
beberapa negara lain, seperti China, India, Taiwan, Srilanka, Kanada,
Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal walaupun masih
di kalangan terbatas.
Di
jepang saat ini dibentuk The Tempe Study Group yang meneliti tempe dari segala
aspeknya. Di masyarakat Barat, saat ini mulai tumbuh gejala menyukai tempe. Di
Amerika, tempe bahkan sudah dijual di supermarket besar dan beberapa kios health food,terutama dalam bentuk tempe
beku.
Harga
tempe yang relative murah, rasanya enak, kandungan gizinya yang tinggi, potensi
medis dimilikinya, serta kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai bahan
makanan, telah menjadikan tempe semakin popular. Pesona tempe tidak saja
memikat masyarakat Indonesia, tetapi juga para ilmuwan dari berbagai negara.
Banyak peneliti negara asing (terutama Jepang, Jerman, Inggris, dan Amerika
Serikat) yang telah melakukan penelitian mengenai tempe, baik ditinjau dari
segi gizi, proses pembuatan, maupun aspek medisnya. Berbagai hasil temuan
mereka justru semakin memperkukuh kedudukan tempe sebagai bahan makanan masa
depan yang prospektif.
Indonesia
merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai
tersebar di Asia. Sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan
dalam bentuk tempe, 40 persen dalam bentuk tahu, dan 10 persen dalam bentuk
produk lain (seperti taoco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per
orang per tahun Indonesia saat ini diduga sekitar 7,5 kilogram. Provinsi yang
pendudukannya cukup banyak mengonsumsi tempe di Indonesia adalah: Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, dan Jakarta.
Perhatian
yang begitu besar terhadap tempe sebenarnya telah dimulai sejak zaman
pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, para tawanan perang yang diberi
makan tempe terhindar dari sakit disentri dan busung lapar. Kini telah
diketahui bahwa tempe sebagai makanan tradisional berpeluang dan berpotensi
selain sebagai cara menggemukkan badan juga untuk digunakan melawan radikal bebas sehingga dapat menghambat proses penuaan
dan mencegah terjadinya penyakit degenerative (aterosklerosis, jantung koroner,
diabetes mellitus, kanker, dan lain-lain) yang lebih awal. Tempe juga telah
diketahui mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,
pencegah penyakit jantung, pencegah hipertensi, dan lain-lain.
Jenis-jenis
Tempe
Terdapat
beberapa jenis di Indonesia, antara lain: tempe gembus (dibuat dari ampas
tahu), tempe lamtoro (dari biji lamtoro), tempe benguk (dari biji koro benguk),
tempe koro (dari biji koro), tempe bongkrek (dari ampas kelapa), tempe gude
(dari kacang gude), tempe bungkil (dari ampas pembuatan minyak kacang), dan
tempe kedelai (dibuat dari biji keledai). Dari berbagai jenis tempe tersebut,
yang paling banyak dikonsumsi dan digemari masyarakat adalah tempe kedelai.
Umunya penyebutan tempe berlaku untuk tempe kedelai, sedangkan untuk jenis
tempe yang lain disebutkan secara lengkap dengan nama bahan bakunya.
Proses
pembuatan tempe umumnya masih dilakukan secara tradisional (turun-temurun) dalam
skala industry kecil. Itulah yang menyebabkan banyak keragaman yang ditemukan
dalam cara pembuatan tempe, baik antardaerah maupun antarprodusen dalam satu
daerah yang sama. Secara garis besar, tahap-tahapan penting dalam pembuatan
tempe adalah: pembersihan biji kedelai, perebusan / pengukusan, pengupasan
kulit, inokulasi kapang, pembungkusan, dan fermentasi. Proses fermentasi adalah
tahap terpenting pada pembuatan tempe, pada tahap ini dilakukan pemeraman
kedelai selama beberapa hari (umumnya 36-48 hari) menggunakan laru (kapang
tempe).
Tempe
merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang jenis Rhizopus sp, melalui proses fermentasi.
Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe,
baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia, maupun mikrobiologi, yang
semuanya sangat menguntungkan terhadap sumbangan gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp mampu mengubah kedelai
menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizim dan berfungsi sebagai
makanan sehat.
Kandungan
Gizi
Komposisi gizi
tempe dibandingkan dengan kedelai dapat dilihat pada Tabel. Pada tabel tersebut
terlihat pada Tabel. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kadar protein, lemak
dan karbohidratnya tidak banyak berubah. Akan tetapi karena adanya enzim-enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak dan
karbohidrat pada tempe menjad lebih mudah untuk dicerna di dalam tubuh
dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu tempe sangat baik
untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia).
Dibandingkan
kedelai, terjedai beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi
hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, asam amino
bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor
proteinnya. Lebih lanjut tentang mutu gizi tempe dibandingkan kedelai dapat
dilihat pada Tabel.
Tabel Komposisi Zat Gizi Kedelai dan
Tempe dalam 100 Gram Bahan Kering
ZAT GIZI
|
KEDELAI
|
TEMPE
|
Abu (g)
|
6,1
|
3,6
|
Protein (g)
|
46,2
|
46,5
|
Lemak (g)
|
19,1
|
19,7
|
Karbohidrat (g)
|
28,2
|
30,2
|
Serat (g)
|
3,7
|
7,2
|
Kalsium (mg)
|
254
|
347
|
Fosfor (mg)
|
781
|
724
|
Besi (mg)
|
11
|
9
|
Vitamin B, (mg)
|
0,48
|
0,28
|
Riboflavin (mg)
|
0,15
|
0,65
|
Niasin (mg)
|
0,67
|
2,52
|
Asam pantotenat (mcg)
|
430
|
520
|
Pridoksin (mcg)
|
180
|
100
|
Vitamin B₁₂ (mcg)
|
0,2
|
3,9
|
Biotin (μg)
|
35
|
53
|
Asam amino esensial (g)
|
17,7
|
18,9
|
Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap
dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan yang ada dalam kedelai. Ini telah
dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan
meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai
menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa
penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu
gizi yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia
dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung
atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe. Sepotong tempe
goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 gram nasi. Bahan
makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan
7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.
Baca juga: Cara Menggemukkan Badan Pria
Baca juga: Cara Menggemukkan Badan Pria
Tabel Komposisi dan Nilai Gizi
Kedelai dan Tempe (per 100 gram)
FAKTOR MUTU GIZI
|
KEDELAI REBUS
|
TEMPE
|
Padatan terlarut (%)
|
14
|
34
|
Nitrogen terlarut (%)
|
6,5
|
39
|
Asam amino bebas (%)
|
0,5
|
7,3-12
|
Asam lemak bebas (%)
|
0,5
|
21
|
Nilai cerna (%)
|
75
|
83
|
Nilai efisiensi protein
|
1,6
|
2,1
|
Skor kimia
|
75
|
78
|
Selama
proses fermentasi tempe terdapat tendensi adanya peningkatan derajat
ketidakjenuhan terhadap lemak, sehingga asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids = PUFA)
meningkat jumlahnya. Asam palmitat dan asam linoleat, sedikat mengalami
penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam lemak oleat dan linolenat (asam
linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek
penurunan terhadap kandungan kolesterol pada serum, sehingga dapat menetralkan
efek negative sterol di dalam tubuh.
Dua
kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu vitamin larut air (vitamin B
kompleks) dan vitamin larut lemak (vitamin A,D,E dan K). Tempe merupakan sumber
vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe
antara lain: vitamin B₁ (thiamin), vitamin B₂ (riboflavin), asam pantotenat,
asam nikotinat (niasin), vitamin B₆ (piridoksin) dan vitamin B₁₂
(sianokobalamin). Vitamin B₁₂ aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama
fermentasi, robflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5
kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat meningkat 2
kali lipat (Tabel).
Vitamin
B₁₂ merupakan vitamin yang kenaikannya paling mencolok pada pembuatan tempe,
sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin B₁₂ yang potensial dari
bahan pangan nabati. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi
oleh bakteri kontaminan seperti klebsiella
pneumonia dan Citrobacter freundii.
Keberadaan
vitamin B₁₂ dalam tempe adalah sangat istimewa. Vitamin B₁₂ umumnya terdapat
pada produk-produk hewani, tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran,
buah-buahan dan biji-bijian). Vitamin B₁₂ sangat diperlukan dalam pembentukan
sel-sel darah merah, diman kekurangan vitamin ini mengakibatkan terjadinya
anemia pernisiosa. Gejala yang ditimbulkan dari gangguan ini adalah pucat,
sakit perut, dan berat badan menurun. Kadar Vitamin B₁₂ dalam tempe berkisar
antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah
dapat mencukupi kebutuhan Vitamin B₁₂ seorang per hari. Dengan adanya vitamin
B₁₂ pada tempe, maka para vegetarian tidak perlu merasa khawatir kan kekurangan
vitamin B₁₂ sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
Tempe
bukan saja sebagai sumber protein tetapi juga mengandung mineral makro dan
mikro dalam jumlah yang cukup. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase
yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi
fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, maka mineral-mineral
tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, seng) menjadi lebih tersedia untuk
dimanfaatkan tubuh. Jumlah mineral zat besi, tembaga dan seng berturut-turut
adalah 9,39; 2,89 dan 8,05 mg setiap 100 gram tempe. Oleh karena itu maka
konsumsi tempe secara teratur akan menghindarkan seseorang dari anemia akibat
kekurangan zat gizi besi.
Di
dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon.
Seperti halnya vitamin C, vitamin E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan
antioksidan yang sangat oleh tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan
radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga sangat reaktif dan dapat
berasal dari makanan sehari-hari yang tidak makan atau dari reaksi-reaksi yang
terjadinya di dalam tubuh. Adanya antioksidan dalam makanan akan mencegah
terbentuknya radikal bebas tersebut.
Dalam
kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glistein, dan
genistein. Pada tempe, disamping ketiga jenis isoflavon tersebut juga
terdapat antioksidan faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) yang
mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan isoflavon dalam kedelai.
Antioksidn ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai
menjadi tempe oleh bakteri di Universitas North California, Amerika Serikat,
menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe mencegah
kanker prostat dan kanker payudara.
Penuaan
(aging) merupakan suatu proses yang
secara normal terjadi di dalam tubuh. Proses penuaan sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu gizi, radikal bebas, sistem kekebalan tubuh, dan
sebagainya. Proses penuaan dapat dihambat apabila dalam makanan yang dikonsumsi
sehari-hari mengandung senyawa antioksidan yang cukup. Mengingat tempe
merupakan sumber antioksidan yang baik, maka konsumsi tempe dalam jumlah cukup
secara teratur diharapkan dapat mencegah terjadinya proses penuaan secara dini.
Selain
mengandung zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, kedelai mentah juga
mengandung zat-zat antigizi yang merugikan kesehatan, seperti antitrypsin,
antikimotripsin, tannin, saponin, asam fitat, dan hemaglutinin. Dengan adanya
proses fermentasi kedelai menjadi tempe, maka komponen-komponen antigizi tersebut menjadi inaktif sehingga
tidak berbahaya bagi tubuh.
Tempe
dan Kolesterol
Di Indonesia
terjadi perubahan pola penyakit akibat perbaikan program kesehatan, perubahan
gaya hidup, dan pola makan masyarakat. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi
telah menurun, sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker meningkat.
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diketahui bahwa penyakit
jantung dan pembuluh darah atau lazim disebut sebagai penyakit kardiovaskular
(PKV) merupakan penyebab kematian utama yang terus meningkat. Penyakit jantung
sangat erat sekali kaitannya dengan konsumsi lemak dan kolesterol.
Lipid
(lemak) darah terdiri dari trigliserida, kolesterol dan fosfolipida. Kolesterol
yang terdapat di dalam tubuh dapat berasal dari makanan (kolesterol eksogen) atau dari dalam tubuh sendiri (kolesterol endogen). Demikian juga
halnya dengan trigliserida, dapat berasal dari maknan atau dari dalam tubuh
sebagai hasil resterifikasi asam lemak. Oleh karena lemak bersifat tidak larut
dalam air, maka di dalam plasma darah, lemak akan berikatan dengan protein
spesifik membentuk suatu kompleks makromolekul yang larut dalam air yaitu
lipoprotein. Berdasarkan komposisi, densitas, dan mobilitasnya, lipoprotein
dibedakan menjadi kilomikron, very low
densitylipoprotein (VLDL), low
density lipoprotein (LDL) dan high
density lipoprotein (HDL). Masing-masing mengandung fraksi kolesterol,
trigliserida, fosfolipid, dan protein yang berbeda-beda.
Penyakit
jantung koroner (PJK) merupakan salah satu bentuk kelainan pembuluh darah
koroner akibat penumpukan lemak di dalam dinding pembuluh darah, yaitu suatu
keadaan yang disebut aterosklerosis. Terdapat multifactor risiko penyebab
terjadinya PJK. Faktor risiko terjadinya PJK yang tidak dapat dimodifikasi
adalah: umur, jenis kelamin, dan keturunan. Sedangkan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi adalah: peningkatan kadar lipida darah (hiperkolesterolemia),
hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, stress dan kurangnya aktivitas fisik.
Untuk
menghindari terjadinya PJK, maka seseorang dianjurkan untuk memiliki kadar
trigliserida kurang dari 150 mg/100ml, kolesterol total kurang dari 200 mg/100
ml, kolesterol LDL kurang dari 130 mg/100 ml, dan kolesterol HDL lebih dari 45
mg/100ml darah. Di atas atau di bawah angka-angka tersebut maka lipid darah
dianggap sebagai faktor risiko aterosklerosis dan disebut dislipidemia.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa protein kedelai dapat menurunkan trigliserida,
kolesterol total, dan kolesterol LDL, serta meningkatkan kolesterol HDL.
Kolesterol LDL dikenal sebagai kolesterol jahat (karena memacu PJK). Zat-zat
dalam tempe yang diduga mempunyai sifat
hipokolesterolemik (menurunkan lemak darah) adalah: protein, PUFA, serat
pangan, niasin, vitamin E, isoflavon, dan kalsium. Asam lemak tidak jenuh yang
terdapat pada tempe adalah: asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
Suatu
penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi tempe minimal 150 gram sehari selama
dua minggu dapat menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan rasio
kolesterol total terhadap kolesterol LDL. Mengolah tempe dengan minyak jagung,
minyak kedelai atau minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh lainnya lebih
baik bila dibandingkan dengan mengolahnya dengan minyak kelapa, minyak sawit,
santan minyak yang mengandung asam lemak jenuh lainnya.
Selain
dikenal sebagai sumber protein yang berkualitas tinggi, tempe dikenal pula
sebagai sumber serat (dietary fiber)
yang baik. Kandungan serat dalam tempe cukup tinggi, yaitu sekitar 8-10 persen.
Hal ini berarti bahwa dalam setiap 100 gram tempe yang menyumbangkan sekitar 30
persen dari jumlah serat yang dianjurkan dikonsumsi oleh National Cancer
Research. Serat dalam tempe kedelai merupakan komponen karbohidrat yang sulit
dicerna. Serat dapat menurunkan kadar kolesterol plasma melalui ikatan
intraluminal dalam usus antara serat dengan kolesterol dan asam empedu, yang
akhirnya akan dikeluarkan melalui feses. Keadaan ini akan mengurangi sirkulasi
enterohepatik asam empedu dan meningkatkan perubahan kolesterol menjadi asam
empedu, sehingga kolesterol plasma menurun.
Dibandingkan kedelai, beberapa
vitamin larut air meningkat dalam tempe, terutama riblovanin, vitamin B12, dan
niasin. Niasin (salah satu dari vitamin B kompleks) dapat menurunkan kadar
lemak darah dengan cara meningkatkan katabolisme VLDL dan ezim lipoprotein
lipase.
Tempe
juga mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Kedelai
mengandung asam fitat yang mengikat mineral, menyebabkan tidak tersedianya
mineral tersebut dalam bentuk bebas. Selama fermentasi, kapang menghasilkan
enzim fitase yang dapat menghidrolisis ikatan asam fitat dengan mineral. Oleh
karena itu mengonsumsi tempe akan meninggikan ketersediaan mineral bagi tubuh,
terutama mineral kalsium, magnesium, seng tembaga, dan besi. Kalsium yang
tinggi dalam tempe juga diduga mempunyai efek hipokolesterolemik. Kalsium dalam
usu dapat mengikat asam empedu membentuk kompleks kalsium-garam empedu yang
tidak larut dan dieksresi bersama-sama feses, sehingga menurunkan pembentukan
kolesterol.
Manfaat
Medis
Manfaat
tempe terhadap daya tahan tubuh, pertama kali dinyatakan oleh Van Veen (tahun
1950), berdasarkan hasil pengamatannya terhadap tahanan Perang Dunia II di
Pulau Jawa. Mereka yang setiap hari makan tempe, ternyata tidak terkena
disentri ketika wabah disnetri berkecamuk. Dari pengamatan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemakan tempe mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menolak
infeksi amuba dibandingkan mereka yang bukan pemakan tempe.
Selama
fermentasi, kapang tempe juga mampu memproduksi senyawa antibiotika yang
bermanfaat untuk menghambat atau memperkecil kejadian infeksi. Kasus diare di
Indonesia merupakan penyebab utama kematian bayi (1-11 bulan), yang kemudian
diikuti oleh kematian akibat penyakit radang pada saluran pernapasan. Penyebab
tekrjadinya diare adalah air yang tersemar dan melalui makanan yang diolah
tidak higienis. Bakteri penyebab diare adalah Eschericia coli, Vibrio cholera, Shigella sp, dan Entamoeba histolytica.
Pengobatan
diare yang paling tepat adalah dengan mengganti cairan yang hilang dan tidak
menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus
mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya. Salah satu makanan yang telah
diketahui mudah dicerna walaupun oleh banyak orang yang menderita penyakit pada
saluran pencernaannya adalah tempe. Kemampuan tempe dalam menyembuhkan diare,
disebabkan oleh dua hal, yaitu akibat zat antidiare dan akibat sifat protein
tempe yang mudah tercerna dan diserap,
walaupun oleh usus yang terluka.
Tempe
juga merupakan produk olahan kedelai yang kaya serat pangan. Serat ini berasal
dari miselium kapang yang menghubungkan satu butiran kedelai dengan kedelai
lainnya, membentuk suatu massa padat berwarna putih, komplak dan utuh. Serat
pada tempe dapat mencegah penyakit-penyakit saluran pencernaan, seperti:
diverticulosis (tonjolan-tonjolan kecil atau borok-borok pada usus besar),
kanker, dan hernia. Serat pangan yang terdapat pada tempe juga mampu mencegah
penyumbatan pembuluh darah, sehingga mengurangi risiko terjadinya penyakit
jantung dan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Kapang
Rhizopus sp yang digunakan dalam
pembuatan tempe, juga dapat memproduksi enzim lipase, protease, dan amilase
yang masing-masing berguna untuk pencernaan lemak, protein, dan karbohidrat.
Enzim-enzim tersebut sangat membantu proses pencernaan makanan di dalam tubuh.
Pengamatan pada penderita yang mengalami kekurangan enzim pencernaan di dalam
tubuhnya dan harus mengonsumsi enzim sebagai obat, ternyata ketergantungan
terhadapa enzim dapat dihilangkan setalah secara rutin mengonsumsi makanan
formula tempe.
Di
dalam kedelai terkandung senyawa karbohidrat raffinosa dan stakhiosa
(1,3-3,8% dari total berat kering) yang tidak tercerna dalam sistem pencernaan
manusia dan bahkan dapat menyebabkan efek flatulensi (perut kembung). Selama
fermentasi, jenis senyawa karbohidrat ini mengalami degradasi (hidrolisi) oleh
sistem enzimatik mikroorganisme sehingga efek flatulensinya dapat dihilangkan.
Olahan
Tempe
Selain
meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma
kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar mempunyai aroma
lembut sepeti jamur, berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma
lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak.
Makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam
karena terjadi pelepasan ammonia.
Tempe
dengan kualitas baik dicirikan oleh warna putih bersih dan merata pada
permukaannya, struktur homogeny dan kompak, serta dengan rasa, baud an aroma
yang khas tempe. Sedangkan tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan
permukaannya yang basah, struktur tidak kompak, adanya bercak-bercak hitam,
adanya bau amoniak dan alcohol, serta beracun.
Di
daerah Jawa Tengah, tempe biasa diolah dengan cara direbus (tempe bacem), disayur (oseng-oseng tempe), dibusukkan (tempe bosok), atau dikeringkan (kering tempe). Sesudah dimasak, tempe
kemudian disajikan sebagai lauk-pauk (lawuh)
atau disuguhkan sebagai kudapan (nyamikan).
Olahan tempe yang dikonsumsi dalam bentuk-bentuk ini disebut sebagai tempe
generasi I.
Khasiat
tempe yang sangat besar, baik dari segi gizi maupun medis, telah mendorong
berkembangnya produk tempe generasi II dan generasi III. Tempe generasi II
biasanya meliputi tepung tempe, bubur bayi, susu tempe, biscuit, es krim,
burger, sosis, berbagai minuman instan, cookies, dan produk lain yang tidak
lagi mempunyai bentuk dan rasa khas tempe. Sedangkan produk generasi III
berbentuk komponen-komponen aktif yang berguna untuk kesehatan, seperti
antioksidan pencegah kanker, senyawa penurun kolesterol darah, isoflavon dan
saponin yang mempunyai aktivitas antivirus. Komponen-komponen aktif ini dapat
dikapsulkan dan dijual sebagai makanan sehat atau food supplement. Baca juga: Madu Penggemuk Badan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar