Di
tengah-tengah derasnya globalisasi terhadap menjamurnya berbagai makanan
mancanegara di Indonesia yang bisa bikin badan cepat gemuk, rasa kagum dan bangga harus kita tujukan kepada
saudara-saudara kita di berbagai daerah yang tetap memelihara eksistensi
makanan tradisionalnya. Beberapa makanan tradisional telah dibuktikan secara
turun-temurun mampu mendukung produktivitas kerja, tingkat kecerdasan, semangat
juang, tampilan fisik yang tegap dan kuat, serta kesehatan tubuh yang sangat
prima. Oleh karena itu, patut disayangkan apabila budaya makan tradisional
tersebut harus ditukar dengan budaya makan modern yang mengacu ke masyarakat
Barat.
Saat
ini, kelompok masyarakat tertentu di Indonesia banyak yang mengidap penyakit
“modern” yang dikenal istilah disease of
Western Civilization, yaitu suatu penyakit yang timbul akibat mengimpor
budaya makan ala Barat, seperti berbagai fast
food yang padat lemak, protein, gula, dan garam, tetapi miskin vitamin,
mineral dan serat pangan. Termasuk ke dalam kelompok penyakit tersebut antara
lain adalah diabetes, hipertensi, gangguan ginjal, batu empedu, radang usus
buntu, kanker usus besar, jantung koroner, stroke,
divertikulosis, hiatus hernia, hemoroid, dan penyakit pembuluh darah iskemik.
Kondisi tersebut timbul karena pemakaian bahan asal ternak dan tepung halus
yang berlebih, tetapi sangat minimal dalam hal bahan berkarbohidrat kompleks,
sayuran, dan buah-buahan.
Seperti
halnya pada masyarakat Jepang, Korea, dan China, kita pun harus bangga dengan
makanan tradisional yang kita miliki. Sebagai Negara kepualauan di daerah
tropis, kita sangat diuntungkan dari segi sumber daya alam. Kombinasi bahan
pangan asal daratan tentu sangat bagus untuk dikombinasikan dengan pangan asal
lautan. Konsep itulah yang dianut oleh saudara-saudara kita di Maluku, Papua,
dan beberapa daerah lainnya untuk mengombinasikan sagu (yang merupakan sumber
karbohidrat) dengan ikan laut (sebagai sumber protein). Salah satu contoh
makanan tradisional Indonesia yang merupakan bahan dasar sagu adalah papeda.
Potensi
Sagu
Sagu adalah
tanaman asli Asia Tenggara dengan wilayah tanaman yang terluas berada di
Indonesia. Sagu tumbuh di daerah rendah sampai kira kira 1,200 meter di atas
permukaan laut. Tanaman sagu atau rumbia merupakan salah satu tanaman dari
family Palmae yang mempunyai batang
besar, tegap, mencapai ketinggian 10-12 meter, mempunyai isi yang lembut dengan
kandungan pati yang sangat tinggi. Semua bagian rumbia dapat dimanfaatkan,
mulai dari umbut, isi batang, kulit batang, buah, sampai daunnya.
Dari
Sembilan spesias sagu, hanya dua spesies yang memiliki nilai ekonomi tinggi di
Indonesia, yakni Mtroxylon sagu Rottb
(tidak berduri) dan Metroxylon rumphii Mart
(berduri). Sebaran produksinya adalah di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara,
Bengkulu, Riau), Jawa (Banten, Bogor, Sukabumi), Kalimantan (Lembah Mahakam,
Barito, Kapuas, dan Kalimantan Tengah), Sulawesi (Sulawesi Tenggara, Bone,
Pare-pare, Minahasa Timur, Sulawesi Tengah), Maluku (Seram, Ambon, Buru,
Halmahera), Papua (Sorong, Painai, Waropen, Membramo, Sentani, Fakfak, Merauke).
Walaupun
sebaran tumbuhnya sangat luas dan produksinya cukup tinggi, pemanfaatannya
masih sangat terbatas pada produk tradisional yang berskala kecil. Hanya di
beberapa daerah. Seperti di Papua dan Maluku, sagu telah digunakan sebagai
bahan makanan pokok.
Nilai
Gizi Sagu dan Papeda
Tepung
sagu potensial sebagai sumber karbohidrat, yaitu mengandung 84,7 g / 100 gram
bahan. Kadar karbohidrat, tersebut setara dengan yang terdapat pada tepung
beras, singkong, dan kentang. Dibandingkan dengan tepung jagung dan tepung
terigu, maka kandungan karbohidrat tepung sagu relatif tinggi. Kandungan energi
dalam 100 gram tepung sagu (353 kkal) hampir setara dengan bahan pangan pokok
lain berbentuk tepung, seperti: beras. Jagung, singkong, kentang, dan terigu
Sagu
merupakan bahan pangan yang sangat miskin akan protein. Kandungan protein sagu
hanya 0,7 g/100 gram bahan, hampir setara dengan kadar protein tepung kentang
dan singkong, tetapi jauh lebih rendah dibandingkan tepung beras, jagung, dan
terigu. Ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki kadar yang
lebih rendah dibandingkan bahan makanan pokok lainnya. Secara lengkap hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel.
Menyadari
potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, maka
dalam praktiknya sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan-bahan lain
yang lebih baik kadar gizinya. Konsep diversifikasi konsumsi pangan yang
demikian itu merupakan langkah tepat menuju tercapainya pola makan sehat dan
gizi seimbang. Untungnya, masyarakat di Maluku dan Papua secara turun-temurun
telah menerapkan konsep diversifikasi tersebut, yaitu mengombinasikan sagu
dengan ikan (sebagai sumber protein) dan berbagai sayuran (sebagai sumber
vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan).
Konsep
penganekaragaman konsumsi pangan yang tidak hanya bertumpu pada satu jenis
bahan pangan tertentu (yaitu beras) seperti yang dilakukan dalam bentuk papeda,
harus dicontoh dan diteladani oleh masyarakat di daerah-daerah lain. Hal
tersebut penting dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan pangan (food availability), kualitas pangan (food quality), kemudahan memperoleh
pangan (food accessibility), serta
sekaligus meningkatkan ketahanan pangan (food
security) bangsa Indonesia. Dengan cara itulah kita akan bangga sebagai
negara agraris yang mandiri dalam pengadaan pangan.
Kenyataan
telah menunjukkan bahwa masyarakat yang mengonsumsi papeda secara lengkap dengan lauk pauknya, tidak pernah menghadapi
masalah kekurangan zat gizi. Sebaliknya itu merupakan cara agar cepat gemuk. Sebagian mereka yang terbiasa makan papeda, tumbuh
secara wajar dengan postur tinggi dan tegap laksana pohon sagu, segar-bugar
sebagaimana hijau dan ranumnya sayuran yang dimakan, serta memiliki kinerja
yang selalu lincah dan bersemangat ibarat ikan laut yang berenang-renang bebas
di samudra luas.
Kita
harus meyakini bahwa selama batang sagu masih berdiri tegak, maka tidak akan
pernah ada kelaparan “where Metroxylon
sagu grows, nobody ever goes hungry”. Selamat menikmati papeda berkuah colo-colo…..
Tabel 1 Komposisi Gizi Tepung Sagu Dibandingkan
Tepung Jenis Lainnya
Kandungan gizi per 100
gram bahan
|
Tepung Sagu
|
Tepung beras
|
Tepung jagung
|
Tepung Singkong
|
Tepung Kentang
|
Tepung terigu
|
Energi (kkal)
|
353
|
364
|
355
|
363
|
347
|
365
|
Protein (g)
|
0,7
|
7,0
|
9,2
|
1,1
|
0,3
|
8,9
|
Lemak (g)
|
0,2
|
0,5
|
3,9
|
0,5
|
0,1
|
1,3
|
Karbohidrat (mg)
|
84,7
|
80,0
|
73,7
|
88,2
|
85,6
|
77,3
|
Kalsium (mg)
|
11
|
5
|
10
|
84
|
20
|
16
|
Fosfor (mg)
|
13
|
140
|
256
|
125
|
30
|
106
|
Besi (mg)
|
1,5
|
0,8
|
2,4
|
1,0
|
0,5
|
1,2
|
Vitamin A (SI)
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Vitamin B1 (mg)
|
0,01
|
0,12
|
0,38
|
0,04
|
0,04
|
0,12
|
Vitamin C (mg)
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Air (g)
|
14,0
|
12,0
|
12,0
|
9,1
|
13,0
|
12,0
|
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)
Untuk extra tambahan gizi, konsumsilah obat penggemuk badan
Untuk extra tambahan gizi, konsumsilah obat penggemuk badan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar